Senin, 10 Mei 2010

‘Agama’, ‘nabi’ dan ‘kitab suci’ baru di social media

Mengamati laju social media, beberapa individu mulai menunjukkan brand identitiy nya masing-masing, layaknya sebuah brand. Di social media, brand berusaha bertingkah laku se-manusia mungkin. Berbicara spontan, tanpa membawa sifat corporate-nya yang terlalu beriklan dan kaku.

Sebaliknya, manusia juga belajar untuk menjadi sebuah brand. Mulai dari menulis biodata, apa yang disuka dan tidak, seperti apa kita, siapa kita. Manusia seakan ingin menunjukkan, ini aku, dan bukan seperti mereka, aku beda, dan inilah differensiasi ku.

Bahkan kemudian berpikir sebelum menuliskan status di Facebook, apakah akan memberi efek negatif, atau memang sengaja melakukan kontroversi. Nge-tweet biar di RT orang, atau sekedar dibaca orang, di respon. You’re acting like a brand now.

Padahal sebelum ini masih sering dijumpai (bahkan sekarang mungkin masih) setiap individu asik mengobral kehidupan pribadi di social media, menceritakan masalah pribadi yang orang lain belum tentu mengerti apa maksudnya. Seolah semua orang layak untuk tahu tentang kehidupannya, apa yang dilakukannya, apa yang di rasakan, act like a public figure. Tujuannya semua sama, point of view.

Di social media, kita memiliki full access untuk memilih, informasi apa yang akan kita serap. Apa yang menurut kita sesuai dengan dengan kita, apa yang kita anggap penting, dan apa yang ‘ini gue banget’.

Seolah setiap orang berusaha mencari ‘agama’, ‘nabi,’ dan ‘kitab suci’-nya sendiri. Pun, begitu juga dengan brand, berusaha menyebarkan ‘agama’, ‘kitab suci’, dan menjadi ‘nabi’ bagi kaum dan pengikutnya.

Orang-orang setiap hari mantengin situs warta, blog, forum, berusaha mencari info dan menjadi yang pertama menyebarkan di social media. Atau menjadi pertama yang menyebarkan info dari orang yang di follow. Sebagian orang menjadi ‘nabi’ bagi pengikut-pengikutnya. Bagi kaskuser (sebutan bagi maniak kaskus) mem-follow moderator atau admin adalah “wajib” hukumnya. Mereka sudah seperti ‘nabi’ yang menyebarkan ajaran ‘agama’.

Info dari admin atau moderator itu sangat penting, dan berusaha untuk menyebarkan itu kesemua friend atau follower-nya. Mengikuti perkembangan dari sebuah forum, juga ngga kalah penting, menunjukkan kalo dirinya eksis, dan bangga menunjukkan identitasnya sebagai anggota sebuah forum.

Bahkan ketika beberapa waktu ini twitter sempat kena hack oleh seseorang, sehingga beberapa (mungkin semua) orang memiliki 0 followers dan 0 following. Orang merasa resah karena kehilangan follower. Hehehehehe, seperti brand yang kehilangan konsumennya.

Apakah semua karena materi? Semua hanya karena kebutuhan akan pengakuan, eksistensi, serta pembenaran akan statement dan diikuti banyak orang.

Jika Brand berada didalam social media, dan dapat menjadi sebuah ‘agama’, menciptakan ‘kitab suci’ dan memliki ‘nabi’ yang di percaya oleh penganut-penganutnya. Bukan tidak mungkin, pembentukan opini publik berada ditangan ‘sepenuhnya’.

CMIIW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar